Buku pada abad Gereja Perdana

liturgi

Pada abad ini, Taurat menjadi sentral dalam kehidupan Yudaisme. Pada akhir abad kelima dan awal abad keenam para rabi mulai menuliskan warta lisan tersebut. Kitab suci dibacakan di bait Allah. Kitab suci tersebut sangat dihormati sehingga ada petugas yang dikhususkan untuk membacakan dan bukan hanya dihormati pada saat dibacakan tetapi disimpan. Bentuk teks yang mereka pelajari dulu tidak seperti sekarang ini yang telah menjadi sebuah buku. Dulu teks tersebut di tulis pada lembaran papirus atau kulit hewan, sisi lembaran papirus yang dieratkan, atau kulit hewan dijahit, untuk membuat sebuah gulungan yang dapat digulung.

Satu gulungan biasanya 25 atau 30 kaki panjangnya dan sepuluh inci tingginya. Membuka gulungan biasanya dari kanan ke kiri. Teks tersebut di simpan di sinagoga. Berbagai tulisan dalam perjanjian baru diklaim ada hubungan dengan perjanjian lama dalam kitab suci yahudi. Hubungan tersebut telah menunjukan bahwa kitab perjanjian lama berkaitan dengan Yesus. Surat-surat Paulus dalam tradisi kristen yang dulu hanya ditujukan kepada komunitas tertentu atau orang tertentu kini telah menjadi tradisi yang dilakukan terus-menerus dalam Gereja. Sebagai bentuk dorongan iman.

Periode abad ke dua dan ke tiga (100-313)

Pada masa ini, orang kristiani berupaya membuat buku agar liturgi Gereja dapat lancar dan lebih sistematis. Pada masa ini sekurang-kurangnya sudah ada usaha untuk memasukan bentuk-bentuk musik kedalam buku liturgi. Pada akhir abad ke dua kanon muratori hilang. Pada awalnya ada lebih dari 27 kitab yang termasuk dalam perjanjian baru termasuk 4 injil dan tiga belas surat rasul Paulus dan ada surat-surat lain yang juga ditambahkan. Tetapi beberapa buku dianggap apokrip sehingga yang termasuk dalam kanon hanya 27 kitab. Pada awal abad ke tiga mulai ada yang dikhususkan bertugas untuk merawat dan memelihara kitab suci.
muratori

Pada awal abad ke dua muncul buku yang di namakan Didache buku tersebut dimengerti sebagai sebuah pengajaran dari Tuhan melalui dua belas rasul. Buku tersebut juga berisi petunjuk, dan peraturan serta informasi tentang puasa, pembabtisan dan doa-doa dalam liturgi ekaristi. Berikutnya muncul Apostolorum Didascalian buku ini berisi pengajaran para rasul terhadap agama katolik dan mereka itu disebut sebagai murid-murid suci. Kedua buku itu yaitu Didache dan Apostolorum Didascalia hanyalah merupakan contoh buku pedoman, panduan dan perintah Gereja yang beredar di seluruh Gereja awal. Meskipun ada panduan namun tetap ada improvisasi sesuai pola yang berlaku dalam masyarakat.

Abad ke empat

Bentuk dasar dari semua buku-buku adalah gulungan. Muncul bukti pada abad keempat bahwa ada bentuk buku lain selama abad kedua yang akan menjadi universal, yakni naskah kuno. Naskah kuno tersebut dari papirus berupa kulit binatang yang dijahit sambung-menyambung sehingga mudah digulung sedemikian rupa dalam sebuah kemasan.
Sebuah naskah kuno juga terbuat dari lembaran papirus atau kulit hewan, tetapi itu diikat bersama di satu sisi sehingga satu lembar informasi dapat lebih mudah tersingkap. Tidak diketahui apakah naskah kuno itu berasal dari kekristenan, namun dari abad kedua dan ketiga sebagian besar naskah Kristen adalah codex. Pada abad kelima yudaisme menggunakan codex dengan banyak tujuan.

Periode sesudah Konstantinus

Setelah zaman konstantinian liturgi menjadi lebih kompleks. Penghayatan umat kristiani terhadap liturgi Gereja sangat dipengaruhi oleh etiket kekaisaran. Melalui pengaruh pepaduan tersebut akhirnya banyak buku-buku baru yang diterbitkan. Contoh-contoh buku tersebut adalah buku doa, bacaan liturgi dan nyanyian atau lagu, sehingga pada zaman ini mulai diusahakan agar musik bisa dimasukan dalam buku nyanyian tersebut. Pada zaman ini menurut laporan Konstantinus ada lima puluh orang yang bertugas menyusun naskah dari kitab untuk digunakan dalam liturgi.
Awalnya, bacaan-bacaan yang diwartakan/dibacakan merupakan naskah alkitab kuno yang lengkap. Catatan kecil atau buku daftar yang disebut “capitular” (capitularia) memuat bagian-bagian yang menjadi bacaan di dalam liturgi. Buku-buku injil (pewartaan) dan surat-surat muncul pada abad pertengahan. Dibuat juga kalender untuk mengetahui pesta atau perayaan martir atau santo/santa setiap tahun. Gerak dalam liturgi juga dipraktekkan misalnya setelah injil dibaca oleh imam lalu dicium sebagai tanda penghormatan.

Vellum dan Parchment menjadi material. Ini lebih baik dibanding Papirus, untuk menulis dan juga ilustrasi dan iluminasi. Buku iluminasi awal tentang Injil mulai abad enam belas. Disamping sejumlah buku yang bertahan hingga sekarang, bermacam-macam mosaic dari periode ini memperlihatkan naskah-naskah kuno yang dimiliki Gereja. Selama periode ini, buku-buku liturgi menjadi pemberian sebagai hadiah yang berharga. Periode sesudah Konstantin mulai muncul berbagai improvisasi doa dan tercatat bahwa sampai memasuki abad ke empat yang memimpin ibadat adalah hanya Uskup. Pada abad ini juga diadakan sinode Hippo, menggarisbawahi tentang doa dalam liturgi harus diteliti agar tidak lari dari iman kristiani sebab melalui doa-doa itu, kita semakin terarah kepad Allah.

Munculnya rintisan Prancis-Jerman (750-1037)

Pada tahap periode ini, buku-buku liturgi disatukan menjadi satu volume (potongan tulisan yang digabungkan menjadi satu). Buku-buku-buku disusun dalam bentuk baru dalam bahasa latin, mulai disebarluaskan melalui para paus. Para paus mulai doa-doa khususnya oleh Paus Leo Agung dan Gelasius I. Buku-buku yang beredar saat itu adalah : Antiphonary (buku yang berisi antifon dan biasa dipakai dalam misa), Bible (kitab suci), Gospel book (buku ajaran), Epistle book (buku surat), Lectionary (bacaan misa), Calenderiology (penanggalan atau kalender liturgy), Sacramentary (buku yang berisi doa), Pontifikat (untuk para uskup).

Dalam periode ini salah satu buku yang dihilangkan adalah Libelli Missarum. Dihilangkan karena telah ada buku Lectionary dan sacramentary. Gregorius Agung mengumpulkan doa-doa liturgi. Pengganti Paus Gregorius agung menetapkan cara bagaimana perayaan ekaristi harus dirayakan dan sakramen-sakramen harus dilayani. Sumbangan rintisan Prancis-Jerman tersebut telah menyelamatkan dan memperkaya liturgy Roma.

Periode abad pertengahan

Pada awal abad pertengahan, mulai dibuat suatu penggabungan terhadap buku-buku liturgi untuk memudahkan kelancaran dalam misa kudus. Hal ini dijadikan satu volume agar uskup bisa menggunakannya. Oleh karena itu usaha pada abad pertengahan adalah membuat beberapa eksemplar buku-buku liturgi sehingga dapat dengan mudah pelaksanaan misa. Lebih dari itu, pada masa ini, dibuat buku-buku devosi untuk pribadi dan bahkan ada umat yang ingin memiliki buku devosi tersebut, pelaksanaannya juga diatur dalam kalender liturgi sesuai dengan hari pengenangan orang kudus.

Awal Reformasi

Melalui perkembangan yang dihasilkan oleh Gutenberg memberi dukungan yang mendasar terhadap penyebarluasan alkitab. Maka secara tidak langsung hal demikian telah memberi kontribusi terhadap pertumbuhan iman kristiani lebih khusus yang mengerti bahasa latin. Meski terlibat dalam percetakan surat indulgensi pada masa-masa berikutnya, ciptaan Gutenberg sangat berperan dalam Reformasi. Bahan-bahan seperti traktat, pamflet, khotbah, maupun Fligschriften yang ditulis oleh para reformator seperti Martin Luther, Martin Bucer, John Calvin, termasuk Ulrich Zwingli, dengan mudah dapat diperbanyak.

Mesin cetak ini dapat memungkinkan hasil salinan yang sama dengan salinan yang sama dengan aslinya. Mulai dari Gutenberg inilah muncul era keseragaman. Pada abad ke XVII dan XVIII buku-buku berkembang secara signifikan. Banyak buku yang diterbitkan untuk kepentingan Gereja. Hal ini telah menunjukan adanya perkembangan disegala bidang kehidupan manusia sekaligus menunjukan kompleksitas ritual keagamaan.

Buku Gereja Katolik Roma.

Reformasi buku-buku liturgi Roma sudah terdengar jauh sebelum reformasi Protestan. Pada abad ke 15 Nicholas Cusa, Uskup Brixen memerintahkan buku misa di semua keuskupan berada dalam keseragaman dan disesuaikan dengan satu model. Pada awal abad ke 16 keseragaman buku tidak hanya diserukan kepada satu keuskupan saja melainkan keseragaman buku-buku dalam Gereja latin. Konsili Trente memuat sesuatu keputusan bahwa buku penerbitan buku tentang Gereja harus dengan izin dari Gereja sendiri.

Buku liturgi sebelum Vatikan

Pada zaman ini mulai ada perubahan dalam buku liturgi Roma. Salah satunya adalah pengurangan jumlah mazmur dari dua belas menjadi sembilan. James white telah mendokumentasikan berbagai perubahan, pada awal abad ke dua puluh adalah saat Gereja Protestan menerbitkan banyak buku liturgi.
Berbagai Gereja Lutheran di Amerika serikat membuat berbagai macam kombinasi madah dan buku-buku doa, yang pertama diproduksi dalam bahasa Inggris oleh John Cristopher kunze’s. Pada tahun 1917 diadakan sinode umum dengan menghasilkan ibadat tunggal dan madah. Sehingga terjadi pembentukan kelompok-kelompok Lutheran. Abad ke 20 Protestantisme Amerika menunjukkan bahwa buku-buku liturgi secara sederhana tidak hanya netral sebagai objek dalam liturgi melainkan diwujudkan sebagai keyakinan.

Buku liturgi setelah Vatikan II

Kitab diterjemahkan kedalam bahasa lokal. Ini disetujui oleh para uskup pada saat konferensi di Roma. Lalu banyak hal yang diterjemahkan dengan mengikuti budaya lokal. Hal tersebut memudahkan kaum beriman, dan tindakan tersebut atas dasar persetujuan para uskup dan dikonfirmasi oleh Roma. Hal serupa terjadi dalam Gereja Protestan adanya penyebarluasan buku-buku liturgi dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh umat setempat.

Kesimpulan

Buku-buku liturgi kuno merupakan tongkat estafet terbentuknya buku-buku liturgi dimasa kini. Kita harus menghargai buku-buku liturgi yang ada sekarang dan bersyukur karena kita bisa memahami dan mengerti apa isi buku tersebut berkat adanya penerjemah sehingga menguatkan iman dan kepercayaan kita kepada Allah. Marilah kita mencintai buku-buku liturgi, membacanya, menghormatinya, dan juga mempraktekkannya dalam kehidupan kita.

Wilhelmus Famati Hia

Tinggalkan komentar